CERITA KOTA | Susur Sungai Kapuas dengan kapal bandong atau sampan masih akrab jadi pilihan wisata. Pemandangan aek kapuas yang acap kali cokelat tua dengan lalu-lalang kendaraan di atas dua jembatan kembar, ditambah teduh sore yang tak se-bedengkang siang, jadi latar belakang bagus buat swafoto.
Tapi bagaimana kalau menyusurinya dari karya seni? Tak perlu naik sampan, tapi pergerakan kehidupan sekitar arus sungai seperti dekat bisa dirasakan.
Melalui Susur Galur, bekerja sama dengan ruangrupa (Jakarta), telah digelar pameran Kulu Kile bertema “Membaca Arus Pinggir” yang berlangsung dari tanggal 23 Juli hingga 4 Agustus 2024 di lantai II Pasar Tradisional Purnama, Pontianak.
Program ini merupakan bagian dari inisiatif Lumbung Bersambung, yang berfokus pada keberlanjutan ruang-ruang interdisipliner yang diprakarsai secara mandiri.
Sebelumnya, peserta lokakarya praktik spasial ”Sisir Hilir” telah terjun langsung pada 4-7 Juni 2024 lalu. Mereka menemukan perubahan dan pertumbuhan ekonomi, sosial, serta warga sekitar yang juga bergerak seiring pembangunan kota.
Dilanjutkan dengan proses pertukaran perspektif dan gagasan, mereka saling membagikan penemuan dari kunjungan ke ruang keseharian di sekitar Sungai Kapuas.
Pameran Kulu Kile juga menghadirkan arsip-arsip dari kolaborator seni lintas disiplin, sebagai bagian dari proyek seni Lumbung Bersambung. Mulai dari musik, video, dan visual dari teman-teman kolaborator yang selama ini bergelut dengan praktik seni-budaya di Pontianak.
Kolaborasi ini wujud upaya inisiatif untuk memperkuat praktik kreatif dalam mengartikulasikan kembali warisan peradaban kota melalui subjek sungai terpanjang di Indonesia. Persilangan antara model-model artikulasi artistik dan arsip tersebut dibalut tajuk Kulu Kile: Membaca Arus Pinggir.
Sebutan kulu kile (hulu hilir) adalah terminologi dari masyarakat Melayu Pontianak yang tinggal di sepanjang aliran Sungai Kapuas. Istilah ini menggambarkan pergeseran, pergerakan, dan perpindahan. Pameran ini mengajak pengunjung untuk melihat kembali hasil penelitian artistik, produksi pengetahuan, dan pendefinisian peran berkelanjutan terhadap potensi kehadiran ruang sosial-ekonomi di sekitar Sungai Kapuas melalui bingkai seni.
Tak hanya berpameran, Kulu Kile juga jadi ajang aktivasi ruang di atas Pasar Tradisional Purnama. Pameran ini diharapkan dapat menjadi model produksi ruang yang memanfaatkan sumber daya yang sudah ada, serta memperkuat jejaring kerja kolektif yang berkelanjutan.
Pengalaman merasakan arus sungai tanpa harus ke sana, sekaligus perasaan antusias luar biasa ketika mendapatkan pengalaman menghadiri pameran di atas pasar tradisional. Kulu Kile: Membaca Arus Pinggir layaknya pintu, membuka mata akan pergerakan sekitar Sungai Kapuas sekaligus menciptakan ruang aktivitas baru yang mengesankan. (*)
Source :