Wastra dari Rumpun Melayu
Kain Songket Sambas merupakan salah satu wastra dari rumpun melayu yang memiliki posisi sosial yang sangat bernilai pada banyak daerah di Indonesia, setiap helai wastra memiliki keunikan dan cerita tersendiri dalam memori kolektif masyarakat setempat. Wastra sendiri memiliki nilai-nilai filosofis dan secara teknis pengerjaannya tidak dilakukan oleh mesin.
Hakekatnya mencintai wastra berarti juga menjaganya, mempelajarinya, memakainya, dan melestarikannya.
Mengapa keberadaan Kain Songket Sambas patut kita jaga dan lestarikan?
Sebab terdapat kerja-kerja artistik dari sosok perempuan-perempuan yang cakap dan terampil dalam bertenun. mereka pula penjaga kelestarian budaya yang hingga kini terus ada.
Latar belakang penenun-penenun dari Dusun Semberang, Kab. Sambas, Kalimantan Barat telah banyak mengalami fase perubahan. Bertahun-tahun bertenun menggunakan alat pinjaman yang disewakan oleh pengepul dan menjadi buruh upah demi mengerjakan kebutuhan pesanan. Sampai akhirnya, kini bisa memiliki alat tenun sendiri untuk memproduksi kain songket sambas, namun permasalahannya tidak hanya sampai disitu, pandemi yang berdampak besar di segala sektor membuat mereka harus memikirkan bagaimana meraih dan menciptakan pasar alternatif dalam media konvergensi internet dan menciptakan produk-produk tenun yang khas dari lokalitas setempat.
Menenun Ingatan Nedare
Proses riset dan produksi ‘Menenun Ingatan Nedare’ dimulai dengan pencarian awal melibatkan jejaring seni yang ikut peduli dan fokus dalam berupaya menyelamatkan kekayaan warisan budaya tak-benda yang memiliki ciri khas dari khasanah Nusantara ini.
Proses pengumpulan pengetahuan secara materi dan lisan kami dapatkan dari beberapa orang yang kami temui ketika proses kreatif ini berjalan.
Selama proses riset berjalan, banyak pengetahuan lain mengenai Kain Songket Sambas yang merupakan salah satu wastra dari rumpun melayu yang sebelumnya tak pernah kami ketahui atau dapatkan dari sumber di internet, atau buku-buku yang memuat tentang Kain Songket Sambas ini.
Menjelajahi jejak sejarah melalui bentangan kain.
Perjalanan riset untuk mendokumentasikan serta mencatat pengetahuan Nedare sebagai seorang maestro tenun tentunya memiliki hubungan erat antara warisan budaya dan sejarah Kesultanan Sambas.
Sejarah kain songket Sambas berakar pada zaman kesultanan Sambas, yaitu sekitar abad ke-17 hingga abad ke-19. Saat itu, kain songket digunakan sebagai bahan pakaian dan hadiah bagi para pemimpin dan bangsawan. Kain Songket Sambas memiliki corak yang unik dan beragam, yang mencerminkan budaya dan tradisi masyarakatnya. Akibat perubahan gaya hidup dan pengaruh modernisme, kain songket sambas mulai kurang diminati. Namun, kain songket Sambas tetap menjadi bagian dari warisan budaya tak-benda Indonesia, masih diproduksi sampai sekarang sebagai upaya pelestarian budaya dan terus berinovasi.
Melangkah ke masa lampau, membawa warisan budaya yang abadi. Kesultanan Sambas dan kain songketnya, mempertemukan tradisi dan nilai-nilai luhur dalam setiap motif-motifnya.
Sebagai salah satu desa di Sambas, Kalimantan Barat, yang terkenal sebagai sentra produksi kain songket. Desa Semberang memiliki tradisi panjang dalam memproduksi kain songket sambas, dan masyarakat setempat memegang teguh tradisi dan teknik pembuatan kain yang berasal dari generasi ke generasi.
Produksi kain songket Sambas juga turut mempengaruhi kebudayaan dan tradisi masyarakat Desa Semberang. Oleh karena itu, hubungan antara Desa Semberang dan kain songket Sambas dapat dikatakan sebagai hubungan sinergis antara produk budaya dan ekonomi dalam memperkuat keberlanjutan budaya dan tradisi kain songket Sambas dalam menjaga warisan budaya.
Kain songket Sambas merupakan salah satu produk unggulan desa Semberang, dan menjadi sumber pendapatan utama bagi masyarakat setempat. Desa Semberang juga banyak memiliki tempat pembuatan dan galeri kain songket yang memproduksi dan menjual kain songket Sambas dengan berbagai tingkat skala, baik secara lokal, nasional, maupun internasional.