RUANG RIANG SUSUR KOTA | Jalan tanah yang sekarang sudah menjadi jalan aspal, dilalui oleh ribuan tentara Belanda meninggalkan banyak sekali jejak yang luput oleh mata. Setiap langkah meninggalkan kisah yang tidak tercatat oleh tinta sejarah, menguap begitu saja hingga tiada yang mengetahuinya.
Riwajat, Susur Galur, Lantur Ekosistem dan Pontinesia berkolaborasi bersama dalam memberikan perjalanan ke masa lalu di Kota Pontianak.
Derap langkah para penjelajah waktu dimulai dari Taman Alun Kapuas, tempat yang kerap kali digunakan sebagai tempat berkumpul dan berbagai aktivitas melepaskan rasa penat dari tas yang berisi keruwetan kehidupan.
Perjalanan dipimpin oleh Rikaz, seorang penikmat sejarah, dan yang lebih tahu sejarah dibanding peserta yang mengikuti. Ia bercerita bak seorang pendongeng yang handal, sekaligus membawa pendengarnya tertidur lelap dalam balutan selimut sejarah yang hangat.
Semua mendengar dengan seksama sejarah Taman Alun Kapuas di bawah pohon rindang nan teduh. La Rive Park; merupakan nama Taman Alun Kapuas saat pertama didirikan. Namun sejalan dengan waktu, berubah menjadi Taman Alun Kapuas.
Perjalanan kembali dilanjutkan ke Post En Telegraaf Kantoor atau yang lebih dikenal dengan Kantor Pos, namun melewati Residentie Huis atau yang sekarang sudah berubah menjadi Kantor Wali Kota Pontianak.
Post En Telegraaf Kantoor merupakan tempat yang biasanya digunakan untuk saling bertukar informasi pada masa itu. Jika dilihat lagi, bangunan tersebut masih sama seperti dahulu kala dengan arsitektur yang khas bangunan Belanda yaitu jendelanya yang besar.
Bentuk jendela yang sama ini juga bisa ditemukan di kantor Bappeda Kota Pontianak dan SDN 14 Pontianak.
“Mereka (orang Belanda) tidak menyukai udara lembab di Pontianak, makanya mereka membuat jendela yang besar,” terang Rikaz yang menjelaskan alasan kenapa jendelanya berukuran besar.
Perjalanan tetap dilanjutkan dengan rute ke sekolah suster, makam Belanda dan berakhir di gardu listrik yang tidak jauh dari belokan sebelum ke arah penyeberangan Kapal Ferry. Semua orang takjub terdiam dengan sejarah yang disampaikan oleh Rikaz, banyak tempat yang tidak disangka kalau itu sudah ada sejak zaman Belanda.
Bahkan kemacetan yang biasanya dilihat saat akan naik ke Jembatan Kapuas juga merupakan hasil peninggalan Belanda.
“Jadi Belanda membagi Pontianak menjadi tiga bagian, yaitu Bagian Pontianak Utara merupakan wilayah Industri, wilayah kota merupakan area pemerintahan dan pendidikan. Sementara untuk wilayah timur tidak diganggu gugat karena itu wilayah Kesultanan,” terang Rikaz mengakhiri perjalanan ini.
Source : https://pontinesia.com/berita/sasar-sisir-kota-kita