Mengairi Sekitar, Memaknai Sekumpulan

Aktivitas warga Banjar Serasan mandi dan nyuci di sungai Kapuas Pontianak. (Foto: Gulung Tukar dan Susur Galur)

KBRN, Pontianak: Program residensi seni Baku Konek menjadi wadah bagi dua kolektif seni dari wilayah berbeda, tetapi memiliki keragaman bentuk dan metode kerja yang saling keterkaitan dalam kesamaan minat, bahkan menjadi fokus bersama dalam semangat kolektivitas, Gulung Tukar dan Susur Galur, merefleksikan kembali kehidupan dan narasi yang terpendam di balik peristiwa kebudayaan melalui Sungai Kapuas.

Bekerja sama dengan ruangrupa dan Direktorat Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan (PTLK) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, kedua kolektif ini menggelar serangkaian kegiatan dalam rangka memahami, mengapresiasi, dan menggali nilai-nilai budaya yang ada di sepanjang sungai terpanjang di Indonesia tersebut.

Gulung Tukar, sebuah kelompok seni budaya multidisiplin yang berbasis di Tulungagung, dan Susur Galur, kolektif seni yang berbasis di Pontianak, bertemu di program residensi dengan visi mengupayakan akses yang lebih inklusif dan setara dalam ekosistem seni budaya ditempat masing-masing. Kedua kelompok ini memiliki kesamaan pandangan bahwa seni budaya tidak hanya menjadi sarana ekspresi artistik, tetapi juga menjadi alat untuk memperjuangkan kesetaraan dan memberdayakan komunitas lokal yang ada diwilayah kerja mereka yaitu Kalimantan Barat dan Jawa Timur.

Sejalan dengan tujuan mereka, Gulung Tukar dan Susur Galur telah menjalani berbagai uji coba praktik dan pola kerja, mulai dari pengarsipan, pembuatan karya kolektif, hingga penyelenggaraan program edukasi, proyek riset, kolaborasi antar komunitas, dan advokasi kebijakan. Dengan merespons ketimpangan akses dalam ekosistem seni dan budaya saat ini, mereka berupaya untuk membangun jaringan kreatif yang lebih menekankan pada proses belajar bersama, berteman, dan berbagi pengetahuan.

Dalam residensi Baku Konek ini, Susur Galur bertindak sebagai kolaborator yang mengampu kepercayaan dalam mengelola residensi di Pontianak, sementara Gulung Tukar diwakili oleh Agustin dan Riduwan sebagai seniman residensi. Selama lima minggu, kedua kolektif ini melakukan penelitian dan refleksi mendalam tentang Sungai Kapuas yang dijadikan sebagai fokus isu utama dalam aktivitasnya. Mereka memilih empat lokasi penting di sepanjang pesisir Sungai Kapuas – Kampung Kamboja, Kampung Dalam Bugis, Kampung Banjar Serasan, dan Kampung Kuantan Laut – untuk mengidentifikasi isu-isu yang berkembang ditengah masyarakat seperti; isu ekonomi, sosial, budaya, dan sejarah di tiap wilayah tersebut. Pemilihan lokasi ini juga secara geografis dibaca sebagai percabangan yang membentuk laku hidup dan lingkungan di wilayah Kalimantan Barat dengan keberagamannya sampai hari ini.

Hasil dari riset lapangan ini akan diwujudkan dalam dua kegiatan utama, yaitu sebuah diskusi bertajuk “Teman Nongkrong Khatulistiwa” dan Openlab: “Mengairi Sekitar, Memaknai Sekumpulan”, sebuah laboratorium terbuka bagi publik yang dirancang dalam bertukar dan merespon ide serta melihat proses kreatif seniman residensi yang melakukan kerja artistic selama masa tinggalnya di Pontianak. Kedua program ini akan dijadwalkan berlangsung pada 15-18 September 2024.

Dalam “Teman Nongkrong Khatulistiwa”, seniman residensi akan berbagi hasil pembacaannya selama di lapangan dalam melihat temuan, berbagi pengalaman, kemungkinan yang hadir serta melibatkan partisipasi aktif publik untuk membangun dialog dan memahami pentingnya kolaborasi lintas disiplin dalam menyuarakan pesan dan praktik baik. Diskusi ini juga akan dihadiri oleh beberapa kolaborator, komunitas, institusi/lembaga seni budaya. Melalui upaya bersama, Gulung Tukar dan Susur Galur berkomitmen untuk memperkuat jaringan kreatif lokal, nasional, dan internasional yang sejalan dengan semangat inklusivitas dan redistribusi modal dalam ekosistem seni budaya. Mereka percaya bahwa kolaborasi lintas disiplin dan lintas budaya adalah kunci untuk menghasilkan kerja kebudayaan yang berdampak luas, terutama dalam konteks sosial dan lingkungan yang berbeda. Kegiatan ini juga merupakan upaya kolektif untuk merawat narasi-narasi lokal yang seringkali terpinggirkan serta merespons isu-isu sosial penting melalui pendekatan seni.

Residensi Baku Konek menjadi contoh nyata bagaimana seni dapat berfungsi sebagai agen perubahan sosial dan budaya. Dengan meleburkan diri dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dan merespons narasi-narasi lokal yang tersembunyi, kedua kolektif ini berharap dapat mendorong dan menciptakan wacana artistik yang saling berkesinambungan. Seni bukan sekadar menciptakan karya, melainkan juga menghidupkan kembali nilai-nilai dan cerita yang mungkin telah terlupakan, sambil memperkuat solidaritas di antara komunitas seni budaya yang berbeda.

Diharapkan program residensi ini tidak hanya menjadi ajang bertukar gagasan, tetapi juga memperkuat ikatan antara seniman, kolektif, dan komunitas lokal untuk menghadirkan seni yang lebih inklusif, setara, dan relevan. Pada akhirnya, kegiatan ini adalah upaya untuk menjadikan seni sebagai alat yang kuat dalam merespons perubahan sosial dan budaya di masa kini dan yang akan datang.

Source :

https://www.rri.co.id/daerah/975789/mengairi-sekitar-memaknai-sekumpulan

Share the Post:

Related Posts